Poker Online

Rabu, 08 Januari 2020

Klaim Sepihak China Soal Perairan Natuna


Klaim Sepihak China Soal Perairan Natuna

Rana informasi, Jakarta - Jalinan Indonesia dengan China tengah menghangat. Pemicunya, beberapa kapal nelayan negeri gorden bambu masuk perairan Natuna yang disebut daerah Zone Ekonomi Mewah (ZEE) Indonesia. Ditambah lagi mereka dikawal kapal coast guard atau penjaga pantai Tiongkok.
Baca Juga : Kapal China Tabrak Kapal Nelayan Indonesia di Natuna
Pemerintah Indonesia sudah melayangkan protes keras pada China berkaitan kehadiran kapal asing di laut Natuna. Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah keluarkan pengakuan tegas, jika tidak ada kompromi masalah kedaulatan Indonesia.

"Tidak ada yang namanya tawar-menawar tentang kedaulatan, tentang teritorial negara kita," sebut Jokowi dalam sidang kabinet pleno di Istana Negara Jakarta, Senin (6/1/2020).

Guru besar hukum internasional Kampus Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menghargai pengakuan tegas Jokowi. Menurutnya, minimal ada tiga pesan yang terdapat dalam pengakuan Presiden.

Pertama, Indonesia tidak mundur sejengkal juga berkaitan permasalahan kedaulatan serta hak berdaulat. Ke-2, pemerintah sudah tunjukkan konsistensinya dalam jaga kedaulatan serta hak berdaulat.

"Kebijaksanaan ini bisa dirumuskan jadi semua negara ialah teman dekat sampai titik kebutuhan Indonesia terganggu, Indonesia akan melawannya dengan masih jaga pertemanan," kata Hikmahanto pada Liputan6.com, Selasa (7/1/2020).

Ke-3, pemerintah masih berkelanjutan tidak mengaku klaim Sembilan Garis Putus China atau nine dash line yang ada ditengah-tengah Laut China Selatan serta menjorok ke ZEE Natuna Utara. Klaim itu yang dipakai China membuat perlindungan nelayannya ambil ikan di laut Natuna.

"Ke depan diinginkan siapa saja presiden atau menteri yang memegang akan berkelanjutan dengan kebijaksanaan 'tidak ada tawar menawar' jika hadapi permasalahan klaim kedaulatan serta hak berdaulat oleh negara tetangga," sebut Hikmahanto.

Karena, klaim sepihak China pada laut Natuna dipercaya selalu berlangsung. Klaim ini didasarkan pada fakta historis yang dengan hukum internasional, intinya UNCLOS (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut) 1982 tidak punya fundamen.

"Sembilan Garis Putus yang diklaim China juga tidak jelas koordinatnya, serta pemerintah China terkadang mengatakan sembilan, sepuluh, serta sebelas garis putus," katanya.

Permasalahannya, China pun tidak mengaku klaim Indonesia berkaitan ZEE Natuna Utara yang sudah diputuskan berdasar UNCLOS 1982. Penampikan itu atas fundamen kedaulatan Pulau Nansha yang ada di sembilan garis putus. Pulau Nansha punya perairan semacam ZEE yang disebutkan China jadi traditional fishing grounds.
IDN TOGEL
Menurut Hikmahanto, lama Indonesia bertanya masalah tujuan sembilan garis putus sebagai fundamen klaim China atas laut Natuna. Tetapi sampai sekarang tidak segera mendapatkan jawaban jelas.

Untuk menurunkan kemelut, Pemerintah China tetap memperjelas jika faksinya tidak punya perselisihan dengan Indonesia terkait dengan kedaulatan Indonesia.

"Memang pengakuan pemerintah China tidak salah. Indonesia serta China benar tidak memiliki perselisihan kedaulatan (sovereignty). Sembilan garis putus tidak menjorok sampai laut teritorial Indonesia," tuturnya.

Butuh dimengerti jika dalam hukum laut internasional, sovereignty dengan sovereign rights berlainan. Sovereignty mengacu ide kedaulatan yang disebutkan laut teritorial (territorial sea). Sedang sovereign rights bukan kedaulatan, tetapi memberi negara pantai untuk mengeksploitasi serta mengurus sumber daya alam di daerah laut terlepas khusus (ZEE) atau yang ada dibawah fundamen laut (landas kontinen).

"Dalam kerangka yang dipersoalkan di Natuna Utara ialah hak berdaulat berbentuk ZEE serta benar-benar bukan kedaulatan. Oleh karena itu kondisi di Natuna Utara bukan kondisi akan 'perang' sebab ada pelanggaran atas kedaulatan Indonesia," kata Hikmahanto.

Karenanya tidak jadi masalah jika ada kapal asing yang lewat di ZEE Natuna sebab statusnya ialah laut bebas, bukan teritorial. Tetapi demikian, Hikmahanto memperjelas, nelayan asing dilarang bersumber daya alam di zone itu tanpa ada izin pemerintah Indonesia.

Selanjutnya, Hikmahanto minta Indonesia tidak bernegosiasi dengan China untuk mengakhiri masalah laut Natuna. Indonesia disuruh masih berkelanjutan tidak mengaku nine dash line China. Ditambah lagi ZEE Natuna punya legal fundamen hukum yang kuat yaitu UNCLOS 1982 serta dipertegas dengan Permanent Court of Arbitration (PCA) dalam penyelesaian perselisihan di antara Filipina menantang China.

"Janganlah sampai tempat yang telah memberikan keuntungan Indonesia dalam keputusan PCA dirusak dengan satu persetujuan antarkedua negara (Indonesia-China)," katanya.

Sekarang yang diperlukan Indonesia bukan hanya protes keras pada China. Karena, menurut Hikmahanto, sampai kapan juga China tetap akan ambil ikan di laut Natuna dengan fundamen nine dash line. Hingga yang diperlukan sekarang ialah perebutan fisik.

"Kedatangan dengan fisik otoritas perikanan Indonesia di ZEE Indonesia, dari mulai KKP, TNI AL serta Bakamla. Beberapa nelayan Indonesia juga harus didorong oleh pemerintah untuk mengeksploitasi ZEE Natuna," tuturnya.

Tetapi beberapa nelayan Indonesia harus mendapatkan agunan keamanan dan pengawalan waktu melakukan aktivitas di laut Natuna. Karena, mereka sering ditepis serta diusir kapal coast guard China yang menjaga nelayan dari negeri gorden bambu itu.

"Dalam ide hukum internasional, klaim atas satu daerah kurang hanya klaim di atas peta atau lakukan protes diplomatik, tapi harus ada perebutan dengan efisien. Perebutan efisien berbentuk kedatangan dengan fisik ini penting, mengingat dalam Masalah Pulau Sipadan serta Ligitan di antara Indonesia menantang Malaysia, Mahkamah Internasional memenangi Malaysia atas fundamen ini," sebut Hikmahanto Juwana.

Pengamat kelautan dari National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi sama pendapat jika ZEE Natuna yang dimasuki kapal China bukan teritorial Indonesia. Namun ia minta Indonesia serta China berdialog untuk mengakhiri masalah di laut Natuna Utara.

"Sebab ada dua klaim di kolom perairan itu, karena itu kita butuh berdialog. Hukum internasional memang semacam itu langkah mainnya. Jadi perundingan. Tentu lama dong? Ya iya, namanya perundingan lama. Tetapi itu langkah paling baik," tutur Siswanto pada Liputan6.com, Selasa (7/1/2020).

Menurut Siswanto, mengakhiri masalah laut Natuna cukup dikerjakan dengan duduk bersama dengan antarkedua negara. Tak perlu berseteru, ditambah lagi perang hanya karena akan habiskan daya serta ongkos.

Karena, katanya, Indonesia tidak punya hak penuh atas ZEE Natuna. Indonesia cuma punya hak berdaulat di lokasi itu untuk mengeksploitasi serta mengurus sumber daya alamnya.

"Itu cuma hak berdaulat namanya, bukan kedaulatan. Tetapi di laut teritori yang 12 mil itu prima kedaulatan kita. Kita tenggelamin (kapal asing yang masuk) tidak jadi permasalahan, orang tidak akan protes," katanya.

Menteri Koordinator Bagian Kemaritiman serta Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah tidak mengganti kedaulatan dengan investasi ‎yang dimasukkan China di Indonesia.

‎"Orang ribut masalah China Sea, tidak kemungkinan kita ganti kedaulatan dengan ‎investasi," kata Luhut, di Gedung BPPT, Jakarta.

Menurut Luhut, walau Pemerintah Indonesia berkemauan mempertahan kedaulatannya di Natuna serta Laut China Selatan, tapi pemerintah masih mengurai permasalahan itu dengan kepala dingin.

"Tetapi apa kita harus berkelahi? Kan tidak ," katanya.

Luhut akui telah mengulas untuk menguatkan Tubuh Keamanan Laut (Bakamla) dengan Menteri Koordinator Bagian Politik Hukum serta Keamanan Mahfud MD, dan mengulas Zone Ekonomi Eksekutif (ZEE) dalam perancangan Undng-Undang Omnibuslaw.

"Saat ini Pak Mahfud dengan saya kerja sama omnibus law Bakamla di wilayah ZEE," pungkasnya.

Perairan Natuna adalah sisi daerah Indonesia yang sudah diputuskan lewat Konvensi PBB Mengenai Hukum Laut (United Nations Convention for the Law of the Sea/UNCLOS) 1982. Tetapi, China mengklaim Natuna jadi traditional fishing zona kepunyaannya.

Legal Advisor Desk Hukum Laut Dirjen Hukum serta Kesepakatan Internasional Kemenlu, Gulardi Nurbintoro memandang, argumentasi China itu tidak valid. "Jika kita mengacu ke keputusan arbitrase internasional, alasan China itu telah dipandang tidak berlaku ," katanya pada Liputan6.com.

Jadi, sambungnya, Indonesia kita mengacu pada keputusan arbitrase internasional. Sebab berdasar UNCLOS, traditional fishing rights itu cuma ada di daerah archipelagic water, tidak bicara zone yang lain.

"Daerah archipelagic water itu di daerah kepulauan. Jadi contohnya Indonesia jadi negara kepulauan harus menghargai traditional fishing rights negara tetangga kita, contohnya Malaysia yang saat UNCLOS belumlah ada masih laut terlepas, tapi selanjutnya jadi daerah perairan Indonesia sesudah ada UNCLOS," jelas Gulardi.

Tetapi, sebab nelayan Malaysia telah ada di perairan itu, Indonesia memberi hak untuk masih lakukan penangkapan ikan. Hak itu berlaku cuma untuk negara tetangga Indonesia yang telah ditata di UNCLOS berkaitan negara kepulauan.

"China tidak dapat mengklaim Natuna sebab bukan negara kepulauan serta bukan negara tetangga Indonesia dengan geografis," Gulardi memperjelas.

Langkah yang dikerjakan Indonesia adanya pengakuan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dam nota diplomatik, menurut dia telah pas. Dia menerangkan, Indonesia kirim kapal perang ke Natuna tidak berkaitan dengan rumor tepian, "ini mengenai menjaga hak berdaulat kita karenanya Zone Ekonomi Mewah kita."

"Serta yang dikerjakan kapal-kapal itu itu bukan dalam kerangka gelar operasi militer, tapi usaha penegakan hukum. Hanya usaha penegakan hukum saja," dia memungkasi.

Selain itu, Kedutaan Besar China di Jakarta sudah mengingatkan masyarakatnya untuk siaga, ditengah-tengah bertambahnya protes anti-China di Indonesia serta pertikaian ke-2 negara di Natuna.

Dalam satu ajakan yang dikeluarkan di hari Senin, Kedutaan Besar China mengatakan, "Masyarakat negara China serta organisasi di Indonesia harus tingkatkan kesadaran serta mengintensifkan beberapa langkah keamanan sekalian mengamati dengan jeli kondisi lokal serta menghindarkan tempat yang ramai."

Tanpa ada mengatakan dengan detil, kedutaan menjelaskan, ajakan itu dikeluarkan mengejar bertambahnya protes di negara itu.

Efisien sampai akhir Januari, pemberitahuan dikeluarkan sesudah dua minggu jalinan di antara China serta Indonesia lebih buruk, sesudah beberapa puluh kapal penangkap ikan Tiongkok, dikawal oleh kapal penjaga pantai, masuk tanpa ada izin di perairan terlepas pantai kepulauan Natuna utara, sisi dari zone ekonomi mewah Indonesia.

Faksi RI menjelaskan, kapal-kapal China menampik untuk pergi walau sudah diperingatkan melalui radio. Kementerian luar negeri Indonesia menyebut duta besar Tiongkok di Jakarta serta keluarkan protes.
LIVE GAME
Beijing bersikukuh jika perairan Natuna ialah ruang penangkapan ikan tradisionil untuk kapal-kapal Tiongkok, serta menjelaskan kapal penjaga pantai melakukan "patroli normal untuk jaga keteraturan". Cina mengklaim lebih dari 80 % Laut Cina Selatan jadi wilayahnya, tapi negara-negaranya tetangganya serta sejumlah besar dunia menjelaskan klaim seperti itu tidak punya fundamen hukum.

Kementerian luar negeri China mengatakan, ke-2 faksi, Beijing serta Jakarta harus mengakhiri konflik lewat diskusi.

Menko Polhukam Mahfud Md menjelaskan, pemerintah tingkatkan patroli bersamaan masuknya kapal China ke perairan Natuna, Kepulauan Riau. Walau demikian, ia pastikan penambahan patroli ini bukanlah untuk berperang.

"Kita ingin menormalkan patroli, hingga lebih seimbang. Kita satu kali lagi tidak ingin perang sebab tidak ada perselisihan disana, jadi untuk apa perang? Kita tingkatkan proporsionalitas patroli saja," kata Mahfud Md di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (6/1/2020).

Mahfud memperjelas, pemerintah tidak akan jalankan diplomasi dengan China berkaitan Natuna. Karena status hukumnya telah jelas, Natuna adalah zone ekonomi mewah (ZEE) Indonesia berdasar UNCLOS 1982.

"Diplomasi lain jalan, tapi diplomasi untuk tidak Natuna. Itu telah usai," katanya.

Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan, Indonesia tetap jaga kedaulatan negara. Berkaitan aksi tegas pada nelayan-nelayan asing, Mahfud menyerahkannya pada Panglima TNI serta Bakamla.

"Prinsipnya kita menjaga kedaulatan. Masalah taktis itu agar dikerjain oleh lapangan, seperti Panglima, Angkatan Laut, Bakamla. Tetapi yang pasti payungnya kita jaga kedaulatan, serta itu telah hak resmi kita, tidak ada nego," kata Mahfud memperjelas.

Tidak hanya tingkatkan patroli, pemerintah merencanakan memeriahkan perairan Natuna dengan mengirim nelayan dari beberapa wilayah di Indonesia untuk melakukan aktivitas disana. Pemerintah jamin keamanan masyarakatnya cari ikan di laut Natuna.

"Pokoknya kita akan ada sesuai perintah presiden, telah lama ini. Ketetapan Presiden itu telah lebih dari satu tahun waktu lalu menjelaskan kita harus ada disana hadirnya berbentuk apa? Satu, patroli yang teratur, yang ke-2 pekerjaan melaut nelayan," sebut Mahfud.

Di tempat terpisah, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Sisriadi mengatakan, faksinya menggenggam teguh ketentuan pelibatan yang berdasar pada hukum-hukum laut nasional serta internasional. Ia memperjelas, TNI tidak ingin terhasut China di laut Natuna.

"TNI dalam soal ini TNI AL serta AU yang lakukan operasi disana lakukan prosedur-prosedur yang telah disetujui internasional. Pokoknya disana. Jadi kita tidak mau terhasut," kata Sisriadi di Mabes TNI, Senin (6/1/2020).

Sisriadi menjelaskan, TNI patuhi hukum internasional serta ketentuan pelibatan (rules of engagement) yang diadopsi dari hukum nasional atau internasional.

Dia memperjelas, prajurit TNI tidak mau terhasut dalam hadapi masuknya beberapa kapal asing disangka punya China dua minggu lalu ke perairan Zone Ekonomi Mewah Indonesia (ZEEI) di laut Natuna.

"Mereka lakukan hasutan agar kita melanggar hukum laut internasional tersebut, hingga jika itu berlangsung malah kita yang dapat dituding dengan internasional serta malah kita yang rugi," sebut ia.

Awalnya, TNI mengerahkan lima kapal tempur serta satu pesawat intai ke perairan Natuna. Operasi itu di pimpin Panglima Komando Kombinasi Daerah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksdya TNI Yudo Margono.

"Operasi waspada tempur ini dikerjakan oleh Koarmada1 serta Koopsau 1 dengan alutsista yang telah tergelar yakni tiga KRI serta satu pesawat intai maritim serta satu pesawat Boeing TNI AU. Sedang dua KRI masih juga dalam perjalanan dari Jakarta ke arah Natuna," kata Laksdya Yudo dalam info tertulisnya, Jumat (3/1/2020).

Ia menjelaskan, operasi ini diadakan untuk melakukan pengaturan daerah laut terutamanya di perairan Natuna Utara. Ia memberikan tambahan, daerah Natuna Utara sekarang jadi perhatian bersama dengan, hingga operasi waspada tempur ditempatkan ke Natuna Utara mulai tahun 2020.

"Operasi ini adalah satu dari 18 operasi yang akan dikerjakan Kogabwilhan I di daerah sebagai tanggung jawabnya," sebut Yudo.

Sumber : Liputan6


EmoticonEmoticon